Pandemi COVID-19 masih belum reda, malah angkanya melonjak dalam beberapa minggu terakhir. Wacana untuk mengetatkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau melanjutkan PSBB bergaung keras. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memutuskan untuk memberlakukan kembali PSBB di tengah ramainya pro dan kontra.
Harus diakui dilema antara kesehatan dan ekonomi menjadi pertimbangan para pengambil kebijakan. Dampak COVID-19 telah membuat perekonomian nasional merosot dan kini berada dalam bayang-bayang resesi. Temuan survei yang dilakukan oleh Polmatrix Indonesia menunjukkan publik cenderung memilih opsi protokol kesehatan dibandingkan dengan PSBB.
“Sebanyak 81,1 persen responden memilih protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak, tidak bersalaman, dan rajin cuci tangan agar terhindar dari penularan COVID-19,” ungkap Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia Dendik Rulianto dalam press release di Jakarta pada Rabu (16/9).
Hanya ada 11,3 persen responden yang memilih mendukung pemerintah supaya menerapkan PSBB seperti yang sudah pernah dilakukan sebelum dibukanya kembali perekonomian. Ada pula sebanyak 3,6 persen responden yang memilih PSBB sebaiknya diperketat, mendekati model karantina wilayah atau lockdown. Sisanya 4,2 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Sebagai catatan, opsi PSBB yang diperketat seperti pada awal pandemi mensyaratkan sejumlah hal, di antaranya pemberian bantuan sosial untuk masyarakat yang terdampak. Pembatasan aktivitas perkantoran dan tempat-tempat usaha juga menciptakan dampak terhadap bidang-bidang usaha lain khususnya sektor informal.
Dengan waktu tersisa sekitar dua minggu hingga berakhirnya kuartal III/2020, pemerintah lebih cenderung menerapkan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM). “Artinya sektor-sektor ekonomi dapat beroperasi sepanjang menerapkan protokol kesehatan, dengan pengawasan dan sanksi yang tegas, sambil menyelesaikan persoalan kesehatan,” pungkas Dendik.
Survei Polmatrix Indonesia dilakukan pada 1-10 September 2020, dengan jumlah responden 2.000 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Metode survei dilakukan dengan menghubungi melalui sambungan telepon terhadap responden survei sejak 2019 yang dipilih secara acak. Margin of error survei sebesar ±2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. (*)